1. Saureka-reka
Saureka-reka disebut juga dengan tari gaba-gaba (pelepah pohon sagu). Tarian tradisional maluku ini sebenarnya lebih mirip seperti permainan engklek. Perbedaanya, dalam permainan engklek sang pemain harus melompat dan tidak boleh menginjak garis gambar, sedangkan pada tarian saureka-reka pemain harus melompat menari mengikuti sekaligus menghindari hentakan gaba-gaba.
Tarian saureka-reka menuntut kelincahan kaki dan fokus dari pemainnya. Tarian ini biasanya terdiri dari 8 orang penari, 4 laki-laki yang bertugas menghentakkan gaba-gaba dan 4 perempuan yang menari di antara gaba-gaba mengikuti irama tifa (alat musik seperti kendang khas Maluku) dan ukulele.
Tarian asli Maluku ini, biasanya digunakan sebagai bentuk ucapan terima kasih atas anugerah kehidupan dan kesuburan dari Tuhan YME. Selain itu, tarian ini juga ditampilkan pada acara-acara penyambutan tamu, sebagai simbol rasa terima kasih dari penduduk kepada tamu tersebut karena telah berkenan berkunjung ke Maluku.
2. Lenso
Lenso atau tarian muda-mudi. Lenso sendiri adalah sebuah kain yang berbentuk seperti selendang kecil atau saputangan. Masyarakat dari daerah timur Indonesia biasa menyebut selendang kecil dengan Lenso. Fungsi dari lenso dalam tarian ini adalah sebagai alat persetujuan atau penolakan. Jumlah penarinya beragam ada yang terdiri dari 6 hingga 10 orang dalam satu kali pementasan.
Tarian ini biasanya disimbolkan sebagai tarian pencarian jodoh bagi muda-mudi yang masih lajang/bujang. Saat menari penari akan menghempaskan lensonya kepada pemuda atau pemudi yang dituju. Jika selendangnya di terima, maka cinta dari sang penari diterima oleh pemuda atau pemudi tersebut. Namun jika lensonya dibuang maka cinta dari sang penari telah ditolak.
Tarian ini bisanya dipentaskan dalam acara pesta pernikahan, pesta perayaan panen cengkah dan kopi, tahun baru dan kegiatan-kegiatan lainnya. Musik pengiring tarian ini dihasilkan dari perpaduan irama tambur minahasa, suling, kolintang, dan tetengkoren.
3. Cakalele
Cakalele atau tarian perang. Tarian ini biasanya dibawakan secara beramai-ramai. Jumalah penarinya bisa mencapai 30 orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dan mereka saling berpasangan. Tidak seseram namanya, tarian ini biasanya dipentaskan dalam rangka menyambut tamu, pembukaan acara tertentu dan perayaan adat.
Tarian ini memiliki keistimewaan tersendiri. Keistimewaan tersebut berasal dari atribut yang dikenakan penari. Celana berwarna merah menyimbolkan keberanian dari rakyat Maluku dalam menghadapi perang. Pedang atau parang pada tangan kanan menyimbolkan harga mati dari harga diri penduduk Maluku. Tameng (salawaku) menyimbolkan protes terhadap sistem pemerintahan yang tidak memihak kepada rakyat.
Tarian ini biasanya diiringi dengan alunan musik yang berasal dari perpaduan antara tifa (kendang khas Maluku), suling, dan bia (suling khas Maluku yang terbuat dari kerang besar).
4. Orlapei
Tarian orlapei adalah tarian penyambutan untuk tamu-tamu kehormatan yang berkunjung ke negeri di Maluku. Di Maluku sebutan negeri biasanya dipakai untuk menyebut desa/kampung, seperti Negeri Lima atau Desa Lima.
Tarian orlapei adalah wujud dari dari rasa terima kasih dan kegembiraan seluruh masyarakat suatu negeri atas kedatangan tamu yang telah berkenan menginjakkan kaki ke tanah Maluku.
Tarian ini diiringi dengan lantunan irama dari tifa, suling bambu, ukulele dan gitar. Lantunan irama alat musik dan lincahnya gerakan dari penari diharapkan dapat mampu menyampaikan rasa terima kasih dari para penduduk kepada tamu kehormatan tersebut.
Penari dalam tarian ini terdiri dari pria dan wanita. Biasanya, tarian ini dibawakan oleh muda-mudi Maluku. Gerakan tari yang begitu serasi, energik dan dinamis dapat memperlihatkan aura persahabatan, perdamaian dan kebersamaan yang menjadi simbol dari ketulusan hati dari para penduduk negeri.
5. Katreji
Tari katreji atau tari pergaulan, biasanya tarian ini ditampilkan pada upacara-upacara pelantikan pemimpin (Kepala Desa, Gubernur dan Bupati). Tarian ini konon menurut sejarah, merupakan sebuah artikulasi dan perpaduan dua budaya yaitu budaya Eropa (Portugis dan Belanda) dengan budaya Maluku.
Perpaduan tersebut nampak dari penyampaian aba-aba yang masih menggunakan bahasa Belanda dan Portugis dalam perubahan pola lantai ataupun gerakan dalam tarian. Hal ini disebut sebagai proses perpaduan budaya. Seiring dengan perkembangannya, tarian ini kemudian menjadi suatu budaya yang hampir di setiap upacara-upacara atau pun pesta rakyat selalu ditampilkan.
Tarian ini diiringi oleh perpaduan irama dari biola, ukulele, suling bambu, gitar, tifa dan bas. Alunan musiknya masih lebih menonjol ke arah musik Eropa. Walaupun demikian, tarian ini masih digemari oleh masyarakat Maluku, dan dianggap sebagai bagian dari budaya.
6. Bambu Gila
Bambu Gila, tarian ini agak sedikit memiliki aura horror/mistis. Jelas saja, konon disebut tarian bambu gila karena mampu membuat penarinya seperti sedang mabuk melangkah tak tentu arah. Tarian ini menggunakan batang bambu sebagai fokus utama dalam tarian.
Tarian ini biasanya dimainkan oleh para lelaki, selain penari tarian ini juga terdiri atas seorang pawang. Cara menarinya cukup sederhana, para penari hanya kan memeluk/mendekap batang bambu, setelah bambu dipeluk oleh penari, sang pawang mulai membacakan mantra.
Setelah itu, sang pawang meniupkan asap kemenyan ke dalam lubang pada ujung-ujung batang bambu lalu berteriak menyerukan kata “Gila” sebanyak tiga kali. Setelah itu, dengan sendirinya bambu akan berguncang tak tentu arah hingga membuat penari-penari yang memeluk terlihat seperti sedang mabuk.
Alunan musik dari tifa baru akan dimulai setelah bambu mengguncang para penari. Penari harus mengeluarkan tenaga mereka untuk mengendalikan bambu. Proses pengendalian membuat penari bergerak tak tentu arah sehingga nampak seperti orang gila. Guncangan baru bisa berhenti setelah sang pawang membacakan mantra untuk memberhentikannya.
Sumber:https://www.google.com/amp/s/keluyuran.com/tarian-tradisional-maluku/amp/
Sumber:https://www.google.com/amp/s/keluyuran.com/tarian-tradisional-maluku/amp/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar